Mana mungkin aku bisa meminangmu, aku hanya tamatan SMA. Bukankah di mata bapakmu pernikahan itu layaknya tes CPNS.
Mana mungkin aku menikahimu. Jangankan sedan mewah, motor butut ini saja belum lunas kreditnya. Bukankah bapakmu memilih menantu dilihat dari kuantitas kekayaan yang ia punya.
Mana mungkin aku mengawinimu. Kerja saja tak punya dan tempat tinggal pun numpang di saudara. Bukankah di mata bapakmu, orang yang menikahi anaknya setidaknya mempunyai 1 apartemen, 1 villa, dan profesi pekerjaan minimal perwira tentara.
Mana mungkin aku menjadi suamimu. Walau kita saling sayang dan mencinta, namun kelamin kita sama. Bukankah di mata bapakmu manusia diciptakan berbeda bangsa, suku, agama namun tetap satu jua.
Ah cinta gila, cinta gila. Lagi-lagi gila pada hakikat kesuciannya. Jangan memohon ampun, jangan menyesal pada akhirnya, karna semua pilihan terjadi pada awalnya. Hasil dan akhirnya tergantung nasib dan takdir yang kuasa.